Tren Diversifikasi Bisnis di Sektor Pertambangan Mineral
Dalam beberapa waktu terakhir, tren diversifikasi bisnis ke sektor pertambangan mineral semakin marak dilakukan oleh berbagai perusahaan produsen batubara. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran strategi bisnis untuk menghadapi dinamika pasar dan transisi energi yang semakin cepat.
Perusahaan Batubara Melirik Sektor Tambang Mineral
Salah satu contohnya adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang baru-baru ini membeli 585 juta saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) dengan harga Rp 438 per saham pada 4 Juli 2025. Dengan transaksi tersebut, ITMG mengucurkan dana sebesar Rp 285,48 miliar. NICE merupakan emiten pertambangan nikel yang beroperasi di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
BACA JUGA
Tujuan dari transaksi ini adalah sebagai investasi jangka panjang dan diversifikasi portofolio. Menurut Corporate Secretary ITMG, Monica I. Krisnamurti, langkah ini bertujuan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam industri pertambangan.
Selain itu, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga tengah mempersiapkan ekspansi ke sektor pertambangan emas dan tembaga melalui rencana akuisisi Wolfram Limited. Untuk mendanai akuisisi ini, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I dengan nilai emisi sebesar Rp 350 miliar.
Perusahaan Lain Juga Ikut Melakukan Ekspansi
PT Harum Energy Tbk (HRUM) telah lebih dulu melakukan ekspansi ke tambang nikel melalui anak usahanya, PT Harum Nickel Perkasa. Selain itu, HRUM juga memiliki beberapa entitas anak tidak langsung dan asosiasi yang bergerak di bidang nikel. Dalam paparan publik Mei 2025, HRUM mencatatkan penjualan nikel sebesar 14,90 juta ton pada kuartal I-2025, naik 75% secara tahunan. Segmen nikel pun memberikan kontribusi sebesar 58% terhadap total pendapatan HRUM sebesar US$ 298,9 juta.
Sementara itu, PT United Tractors Tbk (UNTR) aktif melakukan diversifikasi ke sektor tambang mineral seperti nikel dan emas. UNTR sedang merencanakan pengambilalihan tambang emas atau nikel di luar negeri, khususnya Australia. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan porsi pendapatan antara batubara dan non-batubara menjadi 50:50 dalam beberapa tahun ke depan.
Investasi di Sektor Tambang Mineral
PT Indika Energy Tbk (INDY) juga aktif berekspansi ke sektor tambang mineral. Salah satu anak usahanya, PT Masmindo Dwi Area, sedang menggarap proyek tambang emas Awakmas di Sulawesi Selatan. INDY juga masuk ke sektor bauksit melalui PT Mekko Mining dan perdagangan nikel melalui PT Rockgeo Energi Nusantara.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa tren ini dipengaruhi oleh prospek industri batubara yang mulai melemah. Transisi menuju energi hijau membuat komoditas batubara semakin ditinggalkan, sementara sektor mineral masih menjadi bagian dari ekosistem energi baru terbarukan (EBT).
Faktor Pendukung dan Tantangan
Permintaan terhadap komoditas seperti nikel, emas, dan tembaga meningkat, terutama karena perannya sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Selain itu, dukungan kebijakan hilirisasi mineral dari pemerintah juga menjadi faktor penting.
Namun, ekspansi ke sektor mineral tidak tanpa tantangan. Perusahaan harus siap dengan belanja modal besar untuk infrastruktur penunjang dan smelter, serta menghadapi kompleksitas perizinan dan risiko operasional yang berbeda. Selain itu, jika harga komoditas mineral dan batubara sama-sama turun, kinerja perusahaan bisa terganggu.
Prediksi Analis Terkait Saham
Menurut analis Infovesta Utama, Ekky Topan, kesuksesan perusahaan dalam ekspansi ini sangat bergantung pada kemampuan pendanaan, eksekusi proyek, dan stabilitas harga global. Dari sisi teknikal, saham BUMI menarik untuk diakumulasi dengan target harga Rp 150 per saham, sementara UNTR menunjukkan sinyal rebound dengan target harga Rp 23.500 per saham.
Wafi menilai saham ITMG, BUMI, HRUM, INDY, dan UNTR dapat dipertimbangkan investor dengan target harga masing-masing sebesar Rp 23.500, Rp 125, Rp 850, Rp 1.400, dan Rp 24.000 per saham.