Kinerja Investasi Asuransi Jiwa di Tengah Ketidakstabilan Pasar
PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) mencatatkan pertumbuhan aset investasi yang signifikan pada kuartal I/2025. Total aset investasi perusahaan mencapai sebesar Rp49,9 triliun. Dari jumlah tersebut, portofolio investasi terbesar didominasi oleh saham, diikuti oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebagai porsi kedua terbesar.
Adit Trivedi, Chief Financial Officer Prudential Indonesia, menjelaskan bahwa dalam periode yang sama, perusahaan berhasil meraih total pendapatan premi dari produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked sebesar Rp3,7 triliun. Angka ini menyumbang sekitar 73% dari total pendapatan premi keseluruhan.
BACA JUGA
“Kami melakukan pemantauan secara berkala terhadap investasi. Di tengah fluktuasi pasar modal, kami tetap waspada dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola subdana PRULink sesuai strategi masing-masing subdana,” ujarnya.
Adit menekankan bahwa Prudential Indonesia dalam menempatkan investasinya di pasar saham akan memilih emiten perusahaan yang memiliki bisnis berkelanjutan, kinerja keuangan yang stabil, manajemen yang berkualitas, serta valuasi dan likuiditas yang baik. Hal ini dilakukan agar investasi dapat memberikan nilai tambah bagi nasabah dengan profil risiko agresif dan jangka investasi panjang.
Di sisi lain, untuk subdana pendapatan tetap, Prudential Indonesia juga memperhatikan faktor-faktor seperti tren suku bunga, inflasi, hingga defisit anggaran. Perusahaan terus memantau dinamika pasar guna mengoptimalkan hasil investasi.
Tantangan dan Peluang di Industri Asuransi Jiwa
Pada kuartal pertama tahun 2025, industri asuransi jiwa di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan portofolio investasinya. Salah satu tantangan utama adalah ketidakstabilan pasar modal, yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kontraksi sebesar 8%.
Melemahnya IHSG berdampak signifikan pada portofolio investasi khususnya sub dana berbasis saham, serta menekan hasil investasi secara keseluruhan. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut meningkatkan tekanan pada portofolio dengan eksposur global.
Namun, Adit melihat adanya peluang strategis yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri. Misalnya, kondisi suku bunga yang tinggi dapat memberikan imbal hasil yang menarik pada instrumen pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah dan sukuk korporasi. Di sisi lain, tekanan pasar saat ini juga membuka peluang untuk masuk ke instrumen saham berfundamental kuat yang sedang berada pada valuasi rendah.
Kinerja Industri Asuransi Jiwa
Merujuk pada kinerja industri asuransi jiwa, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat hasil investasi industri dalam periode Januari-Maret 2025 hanya mencapai Rp340 miliar. Angka ini terkoreksi cukup dalam dibanding hasil investasi periode kuartal I/2024 sebesar Rp12,32 triliun.
Simon Imanto, Ketua Bidang Keuangan, Permodalan, Investasi dan Pajak AAJI, menjelaskan bahwa kinerja negatif tersebut disebabkan oleh performa pasar saham yang jeblok. Penempatan saham menjadi instrumen paling besar kedua di industri asuransi jiwa dengan nilai Rp119,79 triliun.
“Pada kuartal I 2025, kinerja pasar modal mengalami tekanan signifikan. IHSG turun sekitar 8% year-to-date, dari posisi 7.303,89 pada akhir Desember 2023 menjadi 6.510,62 di akhir Maret 2025. Gejolak ini menjadi salah satu faktor utama terkoreksinya hasil investasi industri asuransi jiwa,” ujarnya.
Portofolio investasi asuransi jiwa per kuartal I/2025 mayoritas ditempatkan pada Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai Rp214,23 triliun, atau tumbuh 12,9% YoY. Porsi terbesar kedua adalah pada saham dengan nilai Rp119,79 triliun, turun 19% YoY.
Meskipun investasi pada saham kurang menguntungkan, besarnya penempatan pada instrumen ini menurut Simon menjadi bukti bahwa industri asuransi jiwa juga berperan dalam pendalaman pasar modal domestik. Hingga akhir Maret 2025, nilai portofolio investasi [saham] industri asuransi jiwa tetap terjaga di angka Rp119,79 triliun. Ini mencerminkan optimisme industri terhadap pemulihan pasar saham serta komitmen untuk terus menopang stabilitas pasar keuangan nasional melalui penempatan dana jangka panjang di instrumen saham.