Peran Etika dan Empati dalam Interaksi Konsumen dengan Pekerja Layanan Digital
Di era digital yang semakin berkembang, layanan pengiriman paket dan transportasi online menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurir dan driver ojek online menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, di balik kemudahan tersebut, seringkali muncul keluhan dari konsumen yang berujung pada perlakuan tidak manusiawi terhadap para pekerja lapangan ini.
Seorang Certified Self Growth & Communication Coach, Anelies Praramadhani, menekankan bahwa etika dan empati harus menjadi prioritas utama dalam interaksi antara konsumen dan pekerja layanan digital. Ia menilai bahwa banyak kasus yang terjadi di media sosial akhir-akhir ini adalah hasil dari kurangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
BACA JUGA
Penyebab dan Dampak Keluhan Konsumen
Banyak keluhan yang muncul berasal dari masalah kecil, seperti paket yang tidak sesuai atau keterlambatan pengantaran. Menurut Anelies, hal-hal ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih bijak dan berempati. Ia menegaskan bahwa konsumen perlu mengingat bahwa para pekerja lapangan ini menjalani tugas yang berat, mulai dari menghadapi cuaca ekstrem hingga tekanan target waktu.
Selain itu, mereka juga sering kali harus menghadapi emosi konsumen yang tidak terkendali. Anelies menekankan bahwa kurir dan driver hanya bertugas mengantar barang, bukan sebagai penjual atau pihak yang merancang sistem pengiriman. Oleh karena itu, konsumen disarankan untuk tidak menyalahkan mereka atas hal-hal yang di luar kendali mereka.
Cara Mengelola Keluhan dengan Baik
Jika konsumen benar-benar merasa kecewa atau mengalami kendala, keluhan tetap boleh disampaikan. Namun, penting untuk melakukannya dengan cara yang profesional dan manusiawi. Contohnya, konsumen bisa menggunakan kalimat netral dan sopan seperti: “Mohon maaf, ini paketnya tidak sesuai, bisa dibantu solusinya?” Alih-alih langsung marah atau meledak-ledak, konsumen sebaiknya fokus pada solusi.
Menurut Anelies, jika penyampaian keluhan dilakukan dengan tenang, biasanya kurir akan lebih mudah memberikan bantuan, seperti menyarankan konsumen menghubungi customer service atau membantu melaporkan ke pihak terkait. Ia menekankan bahwa reaksi kita mencerminkan kedewasaan dalam bersikap.
Membedakan Komplain dan Sikap Tidak Sopan
Anelies menyoroti pentingnya memahami batas antara komplain dan sikap semena-mena. Jika konsumen mulai menyalahkan kurir untuk hal yang bukan tanggung jawab mereka, apalagi sampai memaki atau melakukan kekerasan fisik, maka itu bukan lagi komplain, melainkan pelanggaran hukum.
Ia menekankan bahwa memanusiakan pekerja lapangan seperti driver dan kurir adalah bentuk empati dasar. Mereka bekerja untuk menghidupi diri dan keluarga, seperti pekerja lainnya. Kita tentu tidak ingin diperlakukan tidak sopan dalam bekerja, begitu juga mereka. Mereka memiliki hak yang sama untuk dihargai.
Tips bagi Kurir dan Driver Saat Menghadapi Komplain
Di sisi lain, Anelies juga menyarankan para kurir dan driver untuk tetap tenang dan profesional saat menghadapi komplain. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dialami konsumen, lalu bantu mencari solusi. Jangan langsung defensif atau membentak balik, karena respons seperti “Saya cuma kurir, bukan urusan saya!” justru bisa memperkeruh suasana.
Sikap saling emosi hanya akan memperbesar risiko konflik bahkan adu fisik yang akan merugikan kedua belah pihak. Jika konsumen sudah mulai bersikap kasar atau emosional, kurir disarankan tetap tenang dan mengatur emosi diri. Fokus saja pada regulasi diri. Jangan terpancing. Jika sampai terjadi kekerasan, kurir juga punya hak untuk melapor.
Kesimpulan
Dalam era serbacepat ini, konsumen memang memiliki hak untuk menyampaikan keluhan. Namun, Anelies mengingatkan bahwa hak tersebut bukan alasan untuk bertindak semena-mena. Justru, semakin tinggi kesadaran etika masyarakat dalam menyikapi pelayanan, semakin sehat pula ekosistem jasa pengantaran dan transportasi.
Jadilah konsumen yang beretika. Jangan cuma menuntut pelayanan prima, tapi juga berikan perlakuan yang manusiawi kepada mereka yang bekerja melayani kita.