Kondisi Ekonomi Sumatera Barat yang Lebih Baik Dibanding Nasional
Di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi oleh sebagian besar daerah di Indonesia, Sumatera Barat (Sumbar) menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan capaian nasional. Hal ini terlihat dari rasio gini dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Menurut data terbaru, provinsi ini menduduki peringkat ketiga dalam hal rasio gini secara nasional, setelah Provinsi Bangka Belitung dan Kalimantan Utara.
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumbar, Mohammad Dody Fachrudin, menjelaskan bahwa meskipun jumlah transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat terus meningkat setiap tahunnya, tidak semua wilayah mengalami penurunan ketimpangan ekonomi. Namun, di Sumbar, situasi justru berbeda.
BACA JUGA
“Sumbar masih sangat bergantung pada TKD. Pada tahun 2024, pendapatan APBD gabungan se-Sumbar sebesar Rp25,5 triliun, di mana 79,05% berasal dari TKD,” ujarnya. Dari total tersebut, TKD pendapatan APBD gabungan mencapai Rp20,2 triliun.
Menurut Dody, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat ketimpangan ekonomi di Sumbar masih lebih baik dibandingkan rata-rata nasional. Rasio Gini Sumbar saat ini adalah 0,287, sedangkan DKI Jakarta memiliki rasio tertinggi yaitu 0,431.
Selain itu, tingkat kemiskinan di Sumbar juga menunjukkan penurunan signifikan. Pada periode September 2024, tingkat kemiskinan turun dari 9,61% menjadi 5,42%, dibandingkan dengan Maret 2024. Meski demikian, rasio Gini pada periode yang sama naik sebesar 1,41%.
Penyaluran Dana Transfer ke Daerah Tahun 2025
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah TKD yang dialokasikan ke daerah meningkat pesat. Dari Rp81,7 triliun pada 2001, angka tersebut kini telah mencapai Rp864,1 triliun pada 2025. Meskipun jumlah dana yang diberikan sangat besar, ketimpangan ekonomi antar daerah tetap menjadi isu utama.
Pemerintah berharap bahwa transfer dana tersebut dapat membantu mengatasi ketidakseimbangan antara pusat dan daerah maupun antar daerah. Dalam outlook tahun 2025, pemerintah memprediksi akan mengucurkan TKD sebesar Rp864,1 triliun atau 93,9% dari pagu awal senilai Rp919,9 triliun.
Hingga akhir semester I/2025, realisasi penyaluran TKD mencapai Rp400,6 triliun atau 43,5% dari pagu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi pada semester I/2024 yang mencapai Rp400,1 triliun.
Perubahan Pola Penyaluran Dana Transfer
Beberapa perubahan penting terjadi dalam pola penyaluran TKD pada tahun 2025. Salah satunya adalah penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) Specific Grant (SG) yang berbasis kinerja. DAU SG diberikan dengan syarat tertentu agar bisa digunakan secara efektif.
Selain itu, penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) berubah dari kuartalan menjadi bulanan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran. Tunjangan Profesi Guru (TPG) juga disalurkan langsung dari pusat, bukan lagi melalui daerah, untuk menghindari keterlambatan pencairan.
Pemerintah juga memberikan dukungan bagi pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, sebagai bagian dari upaya pemerataan ekonomi. Realisasi penyaluran TKD pada semester I/2025 tercatat paling tinggi dari Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta sebesar 66,7%, diikuti oleh Dana Desa (53,9%) dan DAU (50,4%). Sementara itu, realisasi dari Dana Otonomi Khusus hanya mencapai 19,4%.