Cina Berhasil Menekan Tarif Tinggi dalam Perang Dagang dengan AS
Dalam babak baru perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat (AS), Cina berhasil mencapai kesepakatan yang mengurangi tarif impor secara signifikan. Dalam pertemuan bilateral di Jenewa pada 12 Mei 2025, kedua pihak sepakat untuk menurunkan tarif impor produk masing-masing negara. Tarif impor produk asal Cina yang semula mencapai 145% dipotong menjadi 30%, sementara tarif untuk produk AS yang masuk ke Cina turun dari 125% menjadi hanya 10%.
Pertanyaannya adalah, bagaimana Cina bisa membuat Washington melunak? Berikut beberapa strategi utama yang digunakan Negeri Tirai Bambu.
BACA JUGA
Manfaatkan Posisi Strategis dalam Rantai Pasok Global
Menurut ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, keberhasilan Cina tidak lepas dari pemahaman mereka akan posisi strategis dalam sistem ekonomi global. Cina memahami bahwa banyak perusahaan multinasional asal AS bergantung pada produksi dan pasokan dari Cina.
Ketergantungan ini memberi ruang negosiasi lebih besar bagi Cina. Yusuf menjelaskan, posisi tersebut bukan hanya mewakili kepentingan nasional, tetapi juga menyentuh kepentingan korporasi besar AS yang memiliki pengaruh politik di Washington. Hal ini menciptakan tekanan dari dalam negeri AS sendiri agar pemerintah tidak bersikap terlalu agresif, demi menjaga stabilitas rantai pasok global.
Cadangan Devisa Jadi Senjata Diam-diam
Cina juga memiliki kekuatan finansial yang besar melalui cadangan devisa, termasuk dalam bentuk obligasi pemerintah AS. Meski tidak digunakan secara terang-terangan dalam negosiasi, keberadaan aset ini memperkuat posisi tawar Cina. Yusuf menjelaskan bahwa cadangan devisa ini menjadikan Cina sebagai pemain penting dalam stabilitas finansial global, termasuk nilai tukar dolar AS.
Hal ini menambah dimensi baru dalam negosiasi, di mana Cina tidak hanya bicara perdagangan, tetapi juga stabilitas ekonomi makro global.
Cermat Membaca Ketegangan Politik AS-Cina
Menurut Yusuf, meskipun hubungan AS dan Cina kian kompetitif secara geopolitik, banyak sektor industri AS tetap bergantung pada ekonomi Cina. Di sinilah kecerdikan strategi Cina muncul. Mereka tahu kapan harus tegas, dan kapan harus membuka ruang dialog. Pendekatan yang tegas tapi fleksibel ini menjadikan posisi negosiasi Cina sangat kuat di mata Washington.
Kuasai Pasokan Strategis: Rare Earth sebagai Kartu As
Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyoroti penguasaan Cina atas logam tanah jarang atau rare earth elements yang krusial untuk industri global. Cina menguasai hampir 70% cadangan rare earth dunia dan menyuplai lebih dari 80% kebutuhan global, termasuk AS. Cina sempat mengancam menghentikan ekspor rare earth ke AS, yang langsung memicu kekhawatiran di kalangan industri dan elite politik Washington.
Akhirnya, AS melunak dan Cina kembali membuka ekspor dengan pengawasan ketat. Syafruddin menyatakan bahwa siapa yang menguasai pasokan strategis, dia yang mengendalikan arah negosiasi.
Tawarkan Kesepakatan Komprehensif, Bukan Sekadar Diskon Tarif
Menurut Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, Cina mampu menurunkan tarif karena memahami bahwa negosiasi dagang bukan sekadar soal permintaan potongan bea masuk. Mereka menyiapkan paket kesepakatan yang komprehensif, termasuk komitmen pembelian produk AS, terutama di sektor teknologi, sebagai trade-off atas penurunan tarif sektor industrinya.
Hidayat menyebut pendekatan Cina adalah bagian dari strategi besar negara (grand strategy) yang terencana. Cina menyiapkan data mikro dan makro yang rinci, memahami titik lemah rantai pasok AS, dan menawarkan kompensasi yang menarik. Ini menunjukkan bahwa Cina tidak hanya fokus pada tarif, tetapi juga pada keuntungan jangka panjang dalam hubungan dagang global.