Peran IEU-CEPA dalam Menghadapi Kenaikan Tarif Impor AS
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Yoseph Billie Dosiwoda, menyampaikan harapan agar pemerintah dapat mempersiapkan antisipasi jika Amerika Serikat benar-benar menerapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia. Salah satu langkah yang disarankan adalah mempercepat proses perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa (EU).
Billie menilai bahwa Vietnam telah lebih dulu memiliki perjanjian serupa dengan Eropa. Hal ini penting untuk menjaga daya saing Indonesia di tengah persaingan antar negara dan memastikan produksi tetap berjalan secara normal. Ia menekankan bahwa kebijakan ini akan membantu Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain yang sudah lebih dulu membangun hubungan dagang yang kuat.
BACA JUGA
Potensi IEU-CEPA dalam Membuka Peluang Pasar Baru
Indonesia sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan ekonomi Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini diharapkan dapat membuka peluang pasar baru ke Eropa, terutama jika pasar AS mengalami perubahan akibat kenaikan tarif impor. Billie menyatakan bahwa Aprisindo berharap AS tidak benar-benar menerapkan tarif 32 persen terhadap Indonesia. Jika hal itu terjadi, produk Indonesia bisa kalah saing dengan negara tetangga seperti Vietnam yang memiliki tarif lebih rendah.
Para pembeli di AS cenderung mencari harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Hal ini berpotensi mengurangi pesanan dan memengaruhi proses produksi. Meski demikian, Billie tetap mendukung upaya negosiasi yang sedang berlangsung antara pemerintah Indonesia dan AS. “Aprisindo mendukung apa yang dilakukan pemerintah dalam proses lobi sampai akhir Juli ini,” ujarnya.
Proses Negosiasi IEU-CEPA yang Sudah Berlangsung Lama
Pada 7 Juni lalu, pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia dan Uni Eropa akan segera meresmikan hasil perundingan CEPA. Negosiasi IEU-CEPA dimulai pada 2016 dan telah berlangsung dalam 19 putaran. Pembahasan perjanjian ini telah dimulai sejak masa Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. IEU-CEPA dinilai berpotensi meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Eropa lebih dari 50 persen dalam 3-4 tahun ke depan.
Perjanjian ini memberikan beberapa keuntungan bagi Indonesia, salah satunya adalah pembebasan tarif bagi 80 persen produk ekspor asal Indonesia yang dipasarkan ke Uni Eropa. Kelonggaran tarif ini diharapkan dapat mendorong ekspor secara signifikan. Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar kelima bagi Indonesia, dengan total nilai perdagangan mencapai US$ 30,1 miliar pada 2024. Neraca perdagangan konsisten mencatatkan surplus bagi Indonesia.
Pertumbuhan Surplus Perdagangan dengan Uni Eropa
Pada konferensi pers 2 Juni lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sepanjang Januari hingga April 2025, surplus perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai US$ 2,33 miliar. Angka ini meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu, yaitu US$ 1,75 miliar. Uni Eropa juga menjadi mitra dagang terbesar ke-33 bagi Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menjadi mitra dagang terbesar kelima Uni Eropa di ASEAN pada tahun 2024.
Komoditas ekspor unggulan Indonesia ke kawasan tersebut antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya, bijih tembaga dan konsentratnya, asam lemak monokarboksilat industri, alas kaki, serta bungkil dan residu padat.
Langkah Percepatan Penyelesaian IEU-CEPA
Pada 9 Juli 2025, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pembahasan percepatan penyelesaian IEU-CEPA. Pertemuan secara virtual dengan perwakilan Uni Eropa dilakukan Airlangga di sela kunjungannya ke Amerika Serikat. Dalam siaran pers Kementerian Koordinator Perekonomian, disebutkan bahwa proses perundingan CEPA telah mencapai tahap yang sangat maju. Saat ini, Indonesia dan Uni Eropa tengah melakukan finalisasi isu-isu teknis dan menyusun kerangka waktu yang lebih detail untuk mencapai tahap ratifikasi IEU-CEPA.
Perspektif Peneliti: Perlunya Percepatan FTA dengan EU
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Dandy Rafitrandi, menilai perlunya percepatan finalisasi FTA dengan Uni Eropa, terutama menghadapi kemungkinan tarif impor AS. Ia memperingatkan agar Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain yang saat ini mulai melobi EU. Musababnya, Indonesia telah melakukan negosiasi IEU CEPA dengan Uni Eropa selama 9 tahun. “Memang FTA atau CEPA dengan Uni Eropa ini sangat penting. Karena Vietnam sudah sejak 2020 punya FTA dengan EU, jadi kita sudah tertinggal 5 tahun. Dan sekarang Malaysia, Thailand dan Filipina lagi berlomba-lomba untuk resume negosiasi mereka,” ucapnya.